BAB 4 Prinsip-prinsip Teologis Liturgi Gereja Jenis-jenis Liturgi yang mencerminkan Karya Allah, yang dijawab pujian, pemberitaan, kesaksian dan pelayanan dalam dunia ini melalui kebaktian Yang kami maksudkan dengan prinsip-prisip teologis liturgy Gereja adalah kebenaran teologis yang terkandung dalam liturgy Gereja. Pokok kita bagi menjadi dua bagian: Teologi liturgy Gereja dan liturgy sebagai pangkalan pembaharuan kehidupan Gereja. Dua pokok ini diuraikan sebagai berikut. 4.1. Teologi Liturgi Gereja Berpusat pada Alkitab: Alkitab adalah sumber utama penyusunan liturgy ibadah Gereja. Alkitab memiliki kewibawaan yang tertinggi (Absolut) dari liturgy. Liturgi harus melayani Alkitab. Norma Praktik Apostolik: Pembuatan atau penyusunan liturgy pada masa kini atau masa yang akan dating hendaknya mencontohi atau mempertimbangkan liturgy (tata ibadah) yang pernah dipakai dalam Gereja abad pertama, dimulai dengan zaman para rasul – abad pertengahan – zaman Reformator – Gereja sekarang. Kemahakuasaan Allah: Liturgi Gereja (atau liturgy yang kita buat) tidak boleh dipatok atau menjadi ukuran kehadiran Tuhan, sebab Tuhan Maha Kuasa, Maha Hadir. Dalam hal ini liturgy iabadah Gereja tidak dapat mengikat kehadiran TUHAN. TUHAN hadir dalam ibadah Gereja karena kehendak-Nya (Janji-Nya: dimana satu dua orang berkumpul disitu Aku hadir) dan sambutan akan kehadiran-Nya atau jalannya pertemuan tersebut diresponi umat-Nya dengan suatu system teologis (liturgy ibadah) yang mengatur tertibnya pertemuan tersebut. Pertemuan yang kami maksudkan disini adalah pertemuan antara TUHAN dengan umat-Nya dan umat-Nya dengan TUHAN (lihat definisi ibadah) Restorasi penggunaan waktu secara tepat Gereja Kristen mengenal beberapa waktu perayaan: 1. Minggu Adven : 4 Minggu sebelum Natal (25 Desember) 2. Hari Natal : 25 Desember 3. Hari Sengsara : 7 Minggu sebelum kematian 4. Hari Kematian : Jumat Agung 5. Hari Paskah : Hari Minggu 6. Hari kenaikan ke Sorga : 40 hari setelah Paskah 7. Hari Pentakosta : 50 hari setelah Paskah Firman dan Perjamuan Kudus (PK) selaku Kebatian Normatif: Ada tempat bagi pemberitaan Firman Tuhan dan Perjamuan Kudus dalam liturgy ibadah Gereja. Gereja pada awalnya melakukan PK dalam ibadah Minggu tetapi dalam perkembangan selanjutnya PK dipisahkan atau diadakan tersendiri. Pembaharuan partisipasi Umat/Jemaat: Pembuatan liturgy mesti memberi tempat untuk partisipasi umat dalam liturgy ibadah termasuk ibadah Minggu. Pendeta tidak boleh monopoli ibadah dari awal sampai berakhir ibadah tanpa melibatkan warga jemaat dalam ibadah tersebut. Misalnya mulai dari Votum-salam, nats pembimbing, doa syafaaf, doa persembahan dan doa berkat semuanya diborong oleh pendeta. Hal ini harus dihindari karena ibadah sesuai definisi terdahulu yaitu pertemuan Tuhan dengan jemaat dan Jemaat dengan Tuhan. Maka jemaat juga harus mengambil bagian dalam pertemuan tersebut (pendeta adalah bagian dari umat-Nya yang sedang beribadah, memang pendeta sesuai jabatan Gereja mempunyai hak memimpin pelayanan mimbar, sakramen dll tetapi itu tidak berarti pendeta mengambil alih seluruh bagian dalam liturgy ibadah) Jadi jemaat harus mendapat kesempatan untuk turut ambil bagian dalam ibadah jemaat: bukan saja dalam nyanyian-nyanyian, tetapi juga dalam doa, (=syafaat), dalam pengakuan dosa, dalam pengakuan iman, dalam pembacaan Alkitab dan lain-lain. Peranan pendeta dalam ibada bukan sebagai solois, tetapi sebagai dirigen. Kontekstual: Liturgi ibadah harus menyapa umat dalam konteks budayanya. Oleh karena itu liturgy ibadah harus kontekstual. Liturgi tidak boleh membuat jemaat yang hadir merasa terasing dari budayanya. Ukurannya adalah melalui budaya Kristus dimuliakan dan bukan sebaliknya melalui budaya Kristus tidak dimuliakan. (Damamaim, 1993:64-67) 4.2. Liturgi sebagai pangkalan pembaharuan kehidupan Gereja Mungkin kita bertanya apakah liturgi dapat dijadikan sebagai pangkalan pembaharuan kehidupan Gereja? Jawabnya ya. Jika demikian apa yang dilakukan dalam kaitan dengan liturgy yang olehnya menjadi pangkalan pembaharuan kehidupan jemaat?. Pembaharuan sebagaimana yang kita maksudkan akan tercapai bila dalam liturgy itu ada: 1. Pemberitaan firman Tuhan (Gereja memberitakan Firman Tuhan) 2. Memperhatikan persekutuan (Gereja yang tidak menjauhkan diri dari persekutuan) 3. Gereja yang melayani (Gereja mengadakan pelayanan) Dengan kata lain liturgy sebagai pangkalan pembaharuan gereja bila didalamnya ada: Kerugma, Marturia, Koinonia, Jadi bila unsure-unsur ini ada dalam liturgy ibadah maka akan terjadi pembaharuan jemaat. 4.3. Prinsip-prinsip Filosofis-Teologi berGereja Hari Minggu bagi orang Kristen adalah hari ibadah, pada hari Minggu kegiatan kantor pemerintah diliburkan kecuali di negara-negara Islam. Disini kita lihat salah satu pengaruh keputusan kaisar Konstantinus Agung tahun 313 Masehi yang menjadikan hari minggu sebagai hari libur resmi di kekaisaran Romawi pada waktu itu, yang selanjutnya berpengaruh pada perhitungan kalender Internasional. Namun perlu kita ketahui bahwa hari Minggu sebagai hari ibadah dimulai oleh para rasul yang memilih beribadah pada hari kebangkitan Kristus, yaitu hari Minggu. Jika demikian bagaimana konsepsi hari minggu bagi kita? Berikut ini beberapa konsepsi tentang dimemsi hari Minggu. 1. Hari Minggu adalah Hari tentang Masa Lampau, Sekarang dan Masa Depan orang Kristen. Artinya Kristus telah berkorban bagi kita masa lampau Kristus telah berkorban/menyelamatkan kita dari dosa, penebusan-Nya itu masih berlaku bagi kita sekarang, dan penebusan Kristus memberi masa depam bagi kita di Sorga. 2. Hari Minggu adalah Hari Tuhan dan Sabat. Hari Minggu tidak identik dengan Hari Sabat Yahudi. Ada perbedaan dari sisi waktu antara Sabat dan Minggu, yaitu Sabat adalah hari ketujuh, sedangkan hari Minggu adalah hari pertama. Tetapi esensi hari Sabat dan Minggu sama, yaitu beribadah kepada TUHAN 3. Hari Minggu adalah Hari bagi Gereja. Pada hari Minggu orang Kristen dari berbagai denominasi mewujudkan esensi Gereja itu, yaitu persekutuan. Dalam persekutuan tersebut bersatu atau berkumpul anggota gereja dari berbagai suku bangsa. Dalam persekutuan ini gereja mewujudkan demonstrasi isi kesaksian Gereja, yaitu bersaksi dan melayani. 4. Hari Minggu adalah Hari Kasih. Dalam ibadah Minggu warga jemaat mempersembahkan persembahan kasih yang mereka miliki, baik persembahan persepuluhan dan persembahan khusus. Persembahan adalah syukur kepada Tuhan yang memberi tanah dan berkat, sekaligus pelayanan kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim piatu, para janda (Ul. 26:13) 5. Hari Minggu adalah Hari Suka Cita. Hari Minggu adalah hari perayaan kebangkitan Kristus, hari kemenangan/hari suka cita kita karena Yesus Kristus telah memerdekakan/menyelamatkan kita dari dosa. Oleh karena itu tidak ada alas an untuk bersedih pada hari Minggu. 6. Hari Minggu adalah Hari Gambaran Perjumpaan di Rumah Bapa. Tidak ada hari yang dapat kita pakai untuk menggambarkan suasana pertemuan di Sorga atau di rumah Bapa selain Hari Minggu. Pada hari Minggu semua orang Kristen dari berbagai golongan umur, suku, tingkatan social dll berkumpul dan menjadi satu di rumah Gereja. Disini kita teringat dengan kata Yesus: di Rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Nanti di rumah Bapa semua suku bangsa akan berkumpul bersma Bapa di rumah Bapa. Kiranya beberapa dimensi Hari Minggu ini mendorong kita untuk giat beribadah pada hari Minggu. 4.4. Prinsip unsur-unsur Liturgi Ibadah 6.1 Votum dan Salam 6.2 Pengakuan dosa, Pemberitaan Anugerah dan Hukum 6.3 Introitus/Nas Pembimbing 6.4 Pemberian Jemaat 6.5 Nyanyian dan Paduan Suara, Group Vokal 6.6 Sakramen 6.7 Pemberitaan Firman Tuhan/Khotbah 6.8 Doa 6.9 Nyanyian/doxology 6.10 Pengakuan Iman 6.11 Berkat 4.4. Jenis-jenis Liturgi yang mencerminkan Karya Allah, yang dijawab pujian, pemberitaan, kesaksian dan pelayanan dalam dunia ini melalui kebaktian 4.4.1. Umum 4.4.2. Khusus/kategorial: Baptisan, PK dll 4.4.3. Hari raya
0 comments: