Sunday, May 29, 2016

Pertemuan Ter-Agung


Ibadah Kristen adalah perwujudan pertemuan ter-Agung. Pertemuan antara Tuhan dengan umat-Nya dan umat-Nya dengan Tuhan. Inilah sebabnya saya sebut Liturgi adalah pelajaran tentang pertemuan ter-agung. Pertemuan itu disebut ter-Agung karena manusia berjumpa dengan sang pencipta. Sang pencipta itu telah menyatakan diri dalam Yesus Kristus. Dialah "IMANUEL". "PERTEMUAN TER-AGUNG" itulah esensi ibadah Kristen.

Studi Liturgika adalah salah satu disiplin ilmu teologi praktika yang berfungsi menolong mahasiswa untuk kepentingan pelayanan Gereja. Tentu liturgy sebagai Ilmu praktika hendak memperlengkapi mahasiswa untuk tugas pelayanan Gereja, khususnya dalam ibadah Minggu dan ibadah lainnya. Oleh karena itu maka dalam kurikulum standar Nasional yang dikeluarkan Pemerintah RI melalui Dirjen Kristen Protestan memuat mata kuliah Liturgika sebagai bagian pengalaman belajar dari mahasiswa Teologi di Sekolah-sekolah Teologi yang ada di Indonesia. Pengalaman belajar liturgy ini akan menolong mahasiswa untuk memahami bahwa liturgy bukan sesuatu yang tidak dapat dirubah, liturgy dapat berubah sesuai dengan konteks zaman dan kebudayaan di mana Gereja berada. Misalnya liturgy sebelum pentakosta (liturgy ibadah Israel) akan berbeda dengan liturgy setelah pentakosta. Liturgi Pentakosta zaman Gereja mula-mula berbeda dengan liturgy Gereja Abad Pertengahan (khususnya setelah Gereja diakui sebagai agama Negara tahun 380) liturgy ditata panjang lebar (banyak unsure) namun tidak sama halnya dengan liturgy Pentakosta zaman Gereja mula-mula, unsure-usnsurnya tidak terlalu banyak karena komunitas Gereja sering dilarang dan dianiaya. Liturgi ibadah Gereja-gereja Pentakosta akan berbeda dengan liturgy Gereja-gereja Protestan warisan zending Belanda dan Jerman.

Warisan liturgy Zending Belanda dan Jerman di Indonesia tidak dapat disangkali karena Gereja-gereja Protestan yang ada di Indonesia adalah hasil karya Roh Kudus melalui pelayanan para misionaris Belanda dan Jerman pada abad 17-18. Liturgi-liturgi itu kadang diterima di Indonesia tanpa atau dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan konteks Indonesia. Hal ini akan muncul dalam uraian tentang unsure-unsur liturgy yang dipakai oleh beberapa Gereja-gereja di Indonesia. Dalam kaitan itu, bila kita melihat liturgy yang dimaksud maka akan nampak bagi kita bahwa terdapat banyak unsure dalam ibadah Gereja Protestan sehingga pada satu sisi jemaat merasa bosan walaupun anggapan ini tidak selamanya benar. Dampak dari banyaknya unsure liturgy yang dipakai secara baku dalam Gereja Protestan dinilai beberapa orang sebagai sesuatu yang membosankan karena tidak ada hal-hal yang baru. Jemaat merindukan hal-hal yang baru atau unsure-unsur dalam tata ibadah yang membuat jemaat semangat dan lain-lain.

Dari apa yang dikatakan terakhir di atas ada anggapan bahwa liturgy adalah sesuatu yang kaku dan menjadi semacam alergi, artinya orang tidak suka menggunakannya karena kata liturgy dipahami sebagai sesuatu yang kaku sehingga membosankan. Namun bila kita berusaha untuk memahami arti liturgy baik dalam pengertian Yunani Kuno dan penggunaan kata liturgy dalam Alkitab dan dalam ilmu Teologi maka sebenarnya kata liturgy tidak harus dimengerti dalam pengertian tata ibadah yang kaku. Usaha-usaha inilah yang coba dipaparkan dalam diktat ini. Dengan kata lain setiap Gereja, entah dari denominasi manapun sebenarnya sedang melakukan liturgy. Hanya saja apakah liturgy yang dilakukan Gereja adalah liturgy sejati? Dalam diktat ini akan diupayakan pemahaman tentang liturgy sejati.

Dalam materi liturgika akan disinggung juga musik liturgy karena musik tidak dapat dipisahkan dari ibadah Gereja. Selain itu liturgy tidak harus menjadi firman Tuhan artinya yang tidak dapat dirubah. Liturgi selalu mengalami perubahan. Untuk menjawab kebutuhan ini maka akan dibicarakan unsure-unsur yang perlu diperhatikan dalam mendesain sebuah liturgy yang kontekstual atau penciptaan sebuah liturgy yang kreatif. Selanjutnya suasana bagaimana yang diharapkan dalam sebuh ibadah, juga disinggunggung dalam diktat ini.

Pada akhirnya inti dari pembelajaran liturgika adalah usaha mencari pemahaman akan arti liturgy dan arti ibadah Gereja dan bagaimana definisi tersebut terimplikasi dalam liturgy ibadah. Dengan kata lain berdasarkan definisi tentang ibadah Kristen atau ibadah Gereja maka unsure-unsur apa yang harus terakomodir dalam tata ibadah tersebut baik dengan system baku (liturgos) maupun dengan “konsep mengalir” oleh WL.apa yang harus ada dalam ibadah Gereja. Untuk kepentingan ini maka dalam diktat ini kami kemukan beberapa definisi tentang ibadah baik dari aspek studi kata dan definisi yang dirumuskan berdasarkan fenomena (apa yang terjadi dalam ibadah Gereja). Penegasan kami adalah mantapkan definisi tentang ibadah dan ukurlah ibadah kita apa itu tercermin dalam ibadah kita. Katakan saja Ibadah didefinisikan “pertemuan Tuhan dengan Umat-Nya dan umat-Nya dengan Tuhan” maka kita dapat mengukur ibadah kita apakah dua pertemuan tersebut terjadi dalam sebuah kebaktian Gereja. Tuhan berfirman kepada umat-Nya (melalui bacaan Alkitab dan renungan/homilia) dan memberi berkat kepada umat-Nya (=doa berkat) dan umat-Nya memberi respon terhadap pertemuan tersebut dalam bentuk: doa, pengakuan dosa, permohonan pengampunan dosa, memuji Tuhan, menyembah Tuhan, menyanyikan nyanyian baru, berbahasa Roh, memberi persembahan sebagai tanda ucapan syukur dll. Yang dilakukan oleh jemaat tanpa harus dimonopoli oleh Pendeta, MC, Liturgos, WL dstnya. Liturgi mensistematisasi pertemuan tersebut secara teratur karena Tuhan kita kerjanya sistematis/teratur (lihat penciptaan dan PI oleh Yesus Kristus yang dimulai dari bangsa pilihannya walaupun bangsa pilihannya menolak tetapi harus dimulai dari Yerusalem). Tepatlah kata Riemer Liturgi adalah Cermin Injil.
Selamat berliturgi dan beribadah dalam organisasi dimana kita berada.
Previous Post
Next Post

About Author

0 comments: